Model
Pendidikan Karakter Tokoh Semar
(Filosofi, Filsafat, Gelar
, Bentuk Wayang, Silsilah Semar)
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi
Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari
dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya
: Mengembani sifat membangun dan
melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
1.
Filosofi, Biologis Semar
Javanologi
: Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang
Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan
tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak
mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”. Sedang
tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang
netral namun simpatik”.
Domisili
semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel =
keteguhan jiwa. Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya
hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.
Semar
sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan
ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. Semar barjalan menghadap keatas maknanya :
“dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu
memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Kain
semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar
memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri
sosok semar adalah :
Semar
berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
Semar
tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
Semar
berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
Semar
berprofil berdiri sekaligus jongkok
Semar
tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan
Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha
Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan
Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.
Dikalangan
spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta
historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu:
Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang
Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain
hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah
Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari
tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai
dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Gambar
tokoh Semar nampaknya merupakan simbol pengertian atau konsepsi dari aspek
sifat Ilahi, yang kalau dibaca bunyinya katanya ber bunyi :
Semar
(pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati.
Bojo
sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika
artinya “merdekanya
jiwa dan sukma“, maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa
nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh
dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing
kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji
budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan
hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.
2.
Filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka dalam
lakon Semar Mbabar Jati Diri
Dalam
Etika Jawa ( Sesuno, 1988 : 188 ) disebutkan bahwa Semar dalam pewayangan
adalah punakawan ” Abdi ” Pamomong ” yang paling dicintai. Apabila muncul di
depan layar, ia disambut oleh gelombang simpati para penonton. Seakan-akan para
penonton merasa berada dibawah pengayomannya.
Simpati
para penonton itu ada hubungannya dengan mitologi Jawa atau Nusantara yang
menganggap bahwa Semar merupakan tokoh yang berasal dari Jawa atau Nusantara (
Hazeu dalam Mulyono 1978 : 25 ). Ia merupakan dewa asli Jawa yang paling
berkuasa ( Brandon dalam Suseno, 1988 : 188 ). Meskipun berpenampilan
sederhana, sebagai rakyat biasa, bahkan sebagai abdi, Semar adalah seorang dewa
yang mengatasi semua dewa. Ia adalah dewa yang ngejawantah ” menjelma ” (
menjadi manusia ) yang kemudian menjadi pamong para Pandawa dan ksatria utama
lainnya yang tidak terkalahkan.
Oleh
karena para Pandawa merupakan nenek moyang raja-raja Jawa ( Poedjowijatno, 1975
: 49 ) Semar diyakini sebagai pamong dan danyang pulau Jawa dan seluruh dunia (
Geertz 1969 : 264 ). Ia merupakan pribadi yang bernilai paling bijaksana berkat
sikap bathinnya dan bukan karena sikap lahir dan keterdidikannya ( Suseno 1988
: 190 ). Ia merupakan pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe ” sepi akan
maksud, rajin dalam bekerja dan memayu hayuning bawana ” menjaga kedamaian
dunia ( Mulyono, 1978 : 119 dan Suseno 1988 : 193 )
Dari
segi etimologi, joinboll ( dalam Mulyono 1978 : 28 ) berpendapat bahwa Semar
berasal dari sar yang berarti sinar ” cahaya “. jadi Semar berarti suatu yang
memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut juga Nurcahya atau
Nurrasa ( Mulyono 1978 : 18 ) yang didalam dirinya terdapat atau bersemayam Nur
Muhammad, Nur Illahi atau sifat Ilahiah. Semar yang memiliki rupa dan bentuk
yang samar, tetapi mempunyai segala kelebihan yang telah disebutkan itu,
merupakan simbol yang bersifat Ilahiah pula ( Mulyono 1978 : 118 – Suseno 1988
: 191 ). Sehubungan dengan itu, Prodjosoebroto ( 1969 : 31 ) berpendapat dan
menggambarkan ( dalam bentuk kaligrafi ) bahwa jasat Semar penuh dengan kalimat
Allah.
Sifat
ilahiah itu ditunjukkan pula dengan sebutan badranaya yang berarti ” pimpinan
rahmani ” yakni pimpinan yang penuh dengan belas kasih ( timoer, tt : 13 ).
Semar juga dapat dijadikan simbol rasa eling ” rasa ingat ” ( timoer 1994 : 4
), yakni ingat kepada Yang Maha Pencipta dan segala ciptaanNYA yang berupa alam
semesta. Oleh karena itu sifat ilahiah itu pula, Semar dijadikan simbol aliran
kebatinan Sapta Darma ( Mulyono 1978 : 35 )
Berkenaan
dengan mitologi yang merekfleksikan segala kelebihan dan sifat ilahiah pada
pribadi Semar, maka timbul gagasan agar dalam pementasan wayang disuguhkan
lakon ” Semar Mbabar Jati Diri “. gagasan itu muncul dari presiden Suharto
dihadapan para dalang yang sedang mengikuti Rapat Paripurna Pepadi di Jakarta
pada tanggal, 20-23 Januari 1995. Tujuanya agar para dalang ikut berperan serta
menyukseskan program pemerintah dalam pembangunan manusia seutuhnya, termasuk
pembudayaan P4 ( Cermomanggolo 1995 : 5 ). Gagasan itu disambut para dalang
dengan menggelar lakon tersebut. Para dalang yang pernah mementaskan lakon itu
antara lain : Gitopurbacarita, Panut Darmaka, Anom Suroto, Subana,
Cermomanggolo dan manteb Soedarsono ( Cermomanggolo 1995 : 5 – Arum 1995 : 10
). Dikemukan oleh Arum ( 1995:10 ) bahwa dalam pementasan wayang kulit dengan
lakon ” Semar Mbabar Jadi Diri ” diharapkan agar khalayak mampu memahami dan
menghayati kawruh sangkan paraning dumadi ” ilmu asal dan tujuan hidup, yang
digali dari falsafat aksara Jawa Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Pemahaman dan penghayatan
kawruh sangkan paraning dumadi yang bersumber filsafat aksara Jawa itu sejalan
dengan pemikiran Soenarto Timoer ( 1994:4 ) bahwa filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka
mengandung makna sebagai sumber daya yang dapat memberikan tuntunan dan menjadi
panutan ke arah keselamatan hidup. Sumber daya itu dapat disimbolkan dengan
Semar yang berpengawak sastra dentawyanjana. Bahkan jika mengacu pendapat
Warsito ( dalam Ciptoprawiro 1991:46 ) bahwa aksara Jawa itu diciptakan Semar,
maka tepatlah apabila pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi
tersebut bersumberkan filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka
3. Batara Semar
MAYA
adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala
sesuatu.
Yang
ada itu sesungguhnya tidak ada. Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan. Yang
bukan dikira iya. Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane
(semangatnya), sebab takut kalau keliru. Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga
disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.
Di
dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi
anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
- tidak pernah lapar
- tidak pernah mengantuk
- tidak pernah jatuh cinta
- tidak pernah bersedih
- tidak pernah merasa capek
- tidak pernah menderita sakit
- tidak pernah kepanasan
- tidak pernah kedinginan
kedelapan
daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau
Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara
Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang
Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong,
tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.
Di
alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang
Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara
Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara
Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara
Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau
Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak
tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di
padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di
Pertapaan Saptaarga.
Dikisahkan
Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta
dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi
Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya
berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren
dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh
Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu
Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.
Sebagai
Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia
selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa,
mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah
hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya
para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin,
mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang
kuat di emong oleh Janggan Semarasanta. Dapat dikatakan bahwa Janggan
Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya,
hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir
batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh
Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri,
Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.
Jika
sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya
yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang
manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia
adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.
Karena
Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai
wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu), sehingga
akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.
Seperti
telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau yang
tidak jelas tersamar.
Yang
ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada. Yang
sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar, ia adalah
manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta. Memang benar,
ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan semata-mata perbuatan
Semarasanta.
Jika
sangat yakin bahwa ia Semarasanta, tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia adalah
Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah sesuatu
yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang tokoh Semar.
SEMAR
adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan
disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan
tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan
rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya
akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.
4. SEMAR (BETARA ISMAYA)
Semar (Betara lsmaya), seorang Dewa,
saudara Betara Manikmaya (Betara Guru), anak Sang Hyang Tunggal.
Sang Hyang Tunggal menganggap Semar
sebagai yang dituakan dan diramalkan, tak akan dapat bergaul dengan para Dewa,
lalu dititahkan lah Semar untuk tinggal di dunia dan mengasuh keturunan
Dewa-Dewa yang menitis pada manusia. Setelah Semar tinggal di Marcapada
(dunia), berubahlah keelokan parasnya menjadi orang yang sangat jelek, segala
tanda-tanda kejelekan pada badan manusia terdapat pada Semar, sehingga Semar
dipandang sebagai orang biasa saja.
Semar selalu mengikuti dan menjaga
keturunan Dewa yang berdarah Pandawa. Semar seorang yang bersifat sabar,
pengasih dan penyayang, tak pernah susah. Tetapi pada waktu marah, tak seorangpun
dapat mencegahnya, Dewa-Dewa pun dianggapnya di bawah telapak tangannya.
Tanda-tanda pada waktu marah, dari mata bercucuran air mata, dan angin keluar
tak henti-hentinya, sambil berteriak-teriak kepada Dewa minta kembali keelokan
rupanya.
Semar selalu merendahkan diri pada
anak-anak asuhannya dan dengan bahasa lemah lembut sebagai hamba kepada
tuannya. Tetapi jika bergaul dengan para Dewa ia bersikap sebagai teman
sejawatnya. Semar beristri Dewi Kanastren dan mempunyai sepuluh orang anak,
yang kesemuanya adalah dewa. Semar sebagai lambang orang yang suka mengetahui
kejiwaan manusia yang sebenar-benarnya.
Semar terhitung seorang yang cengeng
(mudah menangis), pada saat kesatria yang diiringinya mendapat bahaya iapun
menangis, tetapi menangisnya berlagu dengan wangsalan (kata-kata yang
disamarkan tetapi berarti), misalnya perkataan : roning mlinjo (nama
daun melinjo) sampun sayah nyuwun ngaso. Adapun wangsalan Semar
pada saat menangis adalah : Lae bapa bendaraku, mangga Raden sami nyente
jurang. (Nyente jurang adalah sebangsa talas yang tumbuh di jurang)
Mangga Raden sami lumajar. (Mari raden kita lari bersama)
5. BENTUK WAYANG
Semar berhidung seperti umbi pangkal
seledri, hidung tersebut digambarkan beringus, matanya digambarkan seperti
menangis (rembes/rejeh), bibir di bawah agak panjang, rambutnya berjambul,
perutnya berburut, tangannya bergelang dan kedua tangannya dapat digerakkan dan
pantatnya besar ke belakang.
Dimana Semar dimainkan bersama
dengan kedua anaknya Gareng dan Petruk, berwanda (sifat) 1 Gilut, 2 Dunuk, 3
Watu, 4 Mega, 5 Dukun, 6 Ginuk, 7 Miling dan 8 Brebes. Konon kabarnya Semar
yang berwanda ini, karangan Sri Sultan Agung, di Mataram. Adapun Semar yang
dimainkan dengan Bagong, berwanda Brebes dan Jetung.
6. SILSILAH SEMAR
Kyai Semar atau dengan gelarnya di sebut Sanghyang
ISMAYA adalah salah satu tokoh yang sangat di idolakan masyarakat Jawa
khususnya para pelaku spiritual.
Memang dalam sastra Pewayangan India, Semar tidak ada karena Semar Ada di tanah Jawa dan di sandingkan dengan cerita pewayangan.
Memang dalam sastra Pewayangan India, Semar tidak ada karena Semar Ada di tanah Jawa dan di sandingkan dengan cerita pewayangan.
Di mulai dari nabi ADAM AS. Nabi Adam berputra Sis, Sis
berputra Sang Hyang Nurcahyo. Sang Hyang Nurcahyo berputra Nurasa. Nurasa
Berputra Sang Hyang Wening. Sang Hyang Wening berputra Sang Hyang Tunggal
Nah dari Sang Hyang Tunggal ini Mencipta rasa bathin
dan akhirnya menurunkan sebutir telur Nur. Di Kayangan telur tersebut terbagi. Kulit
luarnya menjadi Batara Catur Goro atau di sebut TOGOG. Kulit telurnya Menjadi Batara Ismaya
atau di sebut SEMAR Putih telurnya Menjadi Batara Sarawito atau di sebut
MBILUNG. Kuning Telurnya menjadi Batara Guru.
Sedang Sukmanya menjadi CAHYO BRO MARKOTO atau Cahaya yang tak terbilang sebagai Titisan Sanghyang Wenang.
Sedang Sukmanya menjadi CAHYO BRO MARKOTO atau Cahaya yang tak terbilang sebagai Titisan Sanghyang Wenang.
Dimana kalau di kupas semua itu akan menjadi sebuah
Ilmu Kejawen yang jarang di ketahui orang dan sudah langka. Namun disini aku
tidak akan membicarakan tentang hal itu.
Kembali ke topik awal lagi.
Kembali ke topik awal lagi.
Karena Semar berwajah sederhana dan tidak menyukai hal
kemewahan maka tahta Kayangan Suralaya di serahkan pada si bungsu atau adik
ragil Batara Guru Sedang Semar, Togog
dan bilung turun ke duania. Di dunia
mereka mengadakan kesepakatan.
Togo dan Mbilung di beri pilihan oleh Semar. Mau mengikuti Ratu Miskin tapi menangan dalam setiap pertarungan, atau mengikuti Ratu kaya tapi selalu kalah dalam setiap peperangan.
Karena Togog dan Mbilung itu selalu memanjakan Nafsu makannya maka Togog dan Mbilung memilih Mengiluti Ratu Kaya meski selalu kalah dalam setiap peperangan. Yaitu Ratu-ratu di luar Jawa.
Togo dan Mbilung di beri pilihan oleh Semar. Mau mengikuti Ratu Miskin tapi menangan dalam setiap pertarungan, atau mengikuti Ratu kaya tapi selalu kalah dalam setiap peperangan.
Karena Togog dan Mbilung itu selalu memanjakan Nafsu makannya maka Togog dan Mbilung memilih Mengiluti Ratu Kaya meski selalu kalah dalam setiap peperangan. Yaitu Ratu-ratu di luar Jawa.
Sedang Semar Memilih mengikuti Ratu Miskin tapi selalu
menang dalam setiap peperangan yaitu momong Wiji Ratu Tanah Jawa. Yang pertama
kali di ikuti adlah Bambang Bermani.
Maka dalam setiap kisah pewayangan apabila yang di
mong Togog dan Mbilung bertarung dengan yang di mong Semar meski yang di mong
Semar itu bayi, maka yang di mong Togog dan Mbilung pasti kalah.
Saat turun ke dunia, Semar bertemu dengan dua orang
pangeran dari negeri Atas Angin yang suka berbuat jahat, Pada waktu itu sedang
membegal (mencegat orang-orang yang lewat untuk di rampok) di jalan. Oleh semar
yang besar di banting dan di jepit pada batang pohon dan di tarik. akhirnya badannya jadi Panjang. Sedang adiknya
di injak kakinya sehingga pincang
Karena sudah tobat maka Semar menawari jadi anak angkatnya.
setelah mau, maka yang besar dinamakan Petruk dan yang kecil dinamakan Gareng. Statusnya kemudian di balik. Yang kecil menjadi kakaknya dan yang besar di jadikan adiknya.
Karena sudah tobat maka Semar menawari jadi anak angkatnya.
setelah mau, maka yang besar dinamakan Petruk dan yang kecil dinamakan Gareng. Statusnya kemudian di balik. Yang kecil menjadi kakaknya dan yang besar di jadikan adiknya.
Setelah Kyai Semar mendapatkan 2 anak angkat dan
sembari momong Wiji Ratu Tanah Jawa bernama Bambang Bermani, pada saat siang
yang terik, Berjalanlah Kyai Semar sambil memikirkan, "kenapa ...kok hanya
memomong orang lain dan tidak momong diri sendiri"
Kemudian dengan Mengheningkan cipta, Kyai Semar "menyedo" (mencipta dari rasa bathinnya) atau mencipta bayangannya sendiri menjadi seorang anak yang mirip dengan dirinya.
Karena tercipta dari bayangannya maka di beri nama BAGONG yang terdiri dari nama BA = Besar dan GONG = Ghaib.
Kemudian dengan Mengheningkan cipta, Kyai Semar "menyedo" (mencipta dari rasa bathinnya) atau mencipta bayangannya sendiri menjadi seorang anak yang mirip dengan dirinya.
Karena tercipta dari bayangannya maka di beri nama BAGONG yang terdiri dari nama BA = Besar dan GONG = Ghaib.
Siapa yang di ikuti Bagong maka memiliki Kekuatan
Ghaib yang besar. Karena tercipta dari wayangannya sendiri maka segala tingkah
polah Bagong tidak akan bikin kualat. Jadi ketiga putra Kyai Semar memiliki
nama yang mendukung seorang calon Raja mendapatkan Wahyu. Wah kalau di teruskan
bakal Panjang. Kukira segitu saja ringkasan cerita Silsilah Kyai Semar.
Terima kasih.
Referensi : Dari berbagai sumber
Terima kasih.
Referensi : Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar